Istilah nama pembawa acara adat wedding indoensia
Nama pembawa acara pernikahan adat berbeda-beda tergantung adat yang digunakan. Berikut beberapa contoh nama pembawa acara adat pernikahan di berbagai daerah di Indonesia:
1. Jawa: Pamedhar Sabda – Pemimpin upacara pernikahan yang bertugas mengatur jalannya acara.
Pamedhar Sabda" berasal dari bahasa Jawa yang berarti "mengucapkan sabda" atau "mengucapkan janji". Dalam konteks pernikahan Jawa, Pamedhar Sabda adalah prosesi sakral di mana mempelai pria secara resmi mengucapkan janji pernikahan atau ikrar di hadapan mempelai wanita, keluarga, dan tamu undangan. Ini mirip dengan akad nikah atau janji suci dalam pernikahan tradisional lainnya.
Biasanya, janji ini mengandung makna tanggung jawab dan komitmen terhadap pernikahan yang akan dijalani.
2. Sunda: Juru Rasa atau Ki Lengser – Pembawa acara yang memandu prosesi adat Sunda.
Juru Rasa dan Ki Lengser adalah dua tokoh penting dalam upacara adat, terutama di budaya Jawa dan Sunda, yang berperan dalam upacara pernikahan atau acara-acara adat lainnya.
- Juru Rasa: Dalam konteks adat Jawa, Juru Rasa adalah orang yang bertugas menyampaikan pesan atau makna dalam sebuah upacara. Ia sering bertindak sebagai perantara atau penyampai pesan dari mempelai atau tokoh penting dalam acara tersebut. Tugasnya adalah mengkomunikasikan maksud dan nilai-nilai adat kepada para tamu undangan dengan bahasa yang indah dan penuh makna.
- Ki Lengser: Tokoh Ki Lengser lebih dikenal dalam budaya Sunda, terutama dalam upacara pernikahan adat Sunda. Ki Lengser biasanya digambarkan sebagai tokoh tua yang bijak dan humoris. Dalam pernikahan adat Sunda, Ki Lengser berperan sebagai pengantar pengantin pria saat prosesi menuju tempat akad nikah. Ia bertindak seperti pengawal, namun dengan gaya yang lucu dan santai, menghibur tamu sekaligus membawa makna filosofis tentang kebijaksanaan dan kerendahan hati. Meski tampak jenaka, perannya sangat dihormati karena membawa pesan moral tentang kehidupan rumah tangga.
Kedua tokoh ini memperkuat makna upacara adat dengan cara yang penuh nilai tradisi dan sering kali diiringi simbolisme yang mendalam.
3. Batak: Parhata –
Parhata adalah istilah dalam budaya Batak yang merujuk pada seseorang yang berperan sebagai juru bicara adat dalam upacara-upacara tradisional Batak. Parhata berfungsi sebagai pembicara atau penyampai kata dalam acara-acara adat seperti pernikahan, kematian, dan acara penting lainnya. Dalam budaya Batak, setiap kegiatan adat harus mengikuti aturan tertentu yang melibatkan proses musyawarah dan komunikasi antar pihak keluarga, dan peran Parhata sangat penting dalam menyampaikan maksud tersebut secara tepat.
Seorang Parhata harus memiliki kemampuan berbicara yang baik, menguasai adat istiadat Batak, dan memahami hubungan kekerabatan (dalihan na tolu), agar dapat menyampaikan pesan atau permohonan dengan bahasa yang indah, beretika, dan sesuai dengan tradisi.
4. Minangkabau: Tuo Sako –
Tuo Sako adalah gelar kehormatan yang diberikan kepada pemimpin adat dalam masyarakat Minangkabau. Gelar ini biasanya diberikan kepada seseorang yang telah diakui oleh komunitas atau kaum adat sebagai orang yang memiliki pengetahuan mendalam tentang adat, memiliki kebijaksanaan, serta kemampuan untuk memimpin dalam mengatur urusan adat, terutama dalam hal sako (gelar turun-temurun) dan pusako (warisan harta benda).
Dalam sistem adat Minangkabau yang matrilineal, Tuo Sako memiliki peran penting dalam menjaga serta melestarikan adat istiadat dan hukum adat di tengah masyarakat. Mereka bertanggung jawab dalam pengambilan keputusan terkait urusan keluarga besar, pewarisan gelar adat, pembagian warisan, serta pelaksanaan berbagai upacara adat, termasuk pernikahan, kematian, dan acara adat lainnya.
Tuo Sako dihormati karena kedalaman pengetahuannya tentang adat Minangkabau, dan ia sering menjadi penengah dalam berbagai persoalan adat yang membutuhkan solusi
5. Bugis-Makassar: Pappaseng –
Pappaseng adalah istilah dalam budaya Bugis-Makassar yang merujuk pada petuah atau nasihat yang disampaikan oleh para leluhur kepada generasi penerus. Pappaseng berisi ajaran-ajaran moral, etika, dan nilai-nilai kehidupan yang diwariskan secara turun-temurun, dengan tujuan membimbing individu maupun komunitas dalam menjalani kehidupan yang sesuai dengan adat dan norma masyarakat.
Nasihat dalam pappaseng biasanya berkaitan dengan berbagai aspek kehidupan, seperti hubungan sosial, tanggung jawab, penghormatan terhadap orang tua, dan nilai-nilai kesederhanaan, kerja keras, dan kejujuran. Pappaseng ini tidak hanya diucapkan secara lisan, tetapi kadang juga tertulis dalam bentuk teks atau disampaikan dalam acara-acara adat seperti pernikahan, upacara kematian, atau saat memberikan nasihat kepada anak-anak muda.
Pappaseng memiliki posisi penting dalam membentuk karakter masyarakat Bugis-Makassar dan membantu mereka menjalani kehidupan dengan integritas dan sesuai dengan warisan budaya leluhur.
6. Bali: Sang Pemandu Upacara – Pemimpin upacara adat dalam pernikahan Bali.
7.melayu : telangkai : telangkai merupakan mc untuk pembawa acara adat suku melayu di indonesia, telangkai wajib bisa berpantung sebagai chiri khas suku melayu, biasnayaa mc ini membawa acara adat pembukaan sampai acara nasi belam
Setiap istilah ini merujuk pada peran penting pembawa acara dalam menjaga kelancaran dan keluhuran prosesi adat dalam pernikahan tradisional.
Istilah nama rangkaian acara adat dalam pernikahan (wedding) bervariasi tergantung dari adat dan budaya di masing-masing daerah. Berikut beberapa istilah umum yang sering digunakan dalam acara pernikahan adat di Indonesia:
1. Jawa:
Panggih: Pertemuan mempelai pria dan wanita setelah akad.
Sungkeman: Upacara meminta restu kepada orang tua.
Siraman: Prosesi pemandian sebelum akad untuk penyucian diri.
2. Sunda:
Ngeuyeuk Seureuh: Upacara sebelum pernikahan sebagai simbol nasihat kehidupan rumah tangga.
Sawer: Prosesi memberikan nasihat dan berkah kepada mempelai.
Sungkeman: Meminta restu kepada orang tua.
3. Batak:
Martumpol: Pertunangan resmi sebelum pernikahan.
Manjalo Pasu-Pasu Parbagason: Upacara pemberian berkat dari keluarga.
Manalpokkon Tondi: Simbolis pemberian roh baru setelah pernikahan.
4. Minangkabau:
Balas Budi: Mempelai pria mengunjungi keluarga mempelai wanita setelah pernikahan.
Manjalang: Prosesi mempelai pria mendatangi rumah mempelai wanita.
Malam Bainai: Upacara malam sebelum akad untuk merias mempelai wanita.
5. Bugis-Makassar:
Mappacci: Ritual pembersihan diri sebelum pernikahan.
Akkorongtigi: Upacara pemberian gelar kehormatan setelah pernikahan.
Appabitte Passihula: Ritual yang mengesahkan pernikahan di depan keluarga.
6. Bali:
Nganten: Prosesi pernikahan adat Bali.
Mekala-Kalaan: Upacara pemurnian untuk mempelai.
Ngidih: Ritual permintaan dari pihak pria kepada keluarga wanita.
Setiap daerah memiliki rangkaian prosesi dan istilah yang unik sesuai dengan adat istiadat masing-masing, yang berfungsi sebagai simbol dalam perjalanan hidup baru bagi pasangan pengantin.
0 Comments